Friday, September 25, 2015

140 ㅡ ♕ [Chapter 2] Felicie & Jaehee: Terapi Komunikasi Psikologis.

Location: Melbourne Hospital
Date: September 8th, 2015
Time: 08:30AM

<Song Jaehee; Dokter Anestesi dan Kardiovaskular POV>

Jaehee menganggukan kepalanya sekilas mendengar Feli ternyata sudah mengetahui sedikit banyak tentang pasien yang akan mereka bicarakan hari ini.

"Baik, kalau begitu aku akan mulai masuk ke dalam materi pembicaraan kita." Ujar Jaehee seraya tersenyum.

Diaㅡtak lain, begitu merasa lega. Pasalnya, dia cukup tertolong karena Feli kemungkinan besar bisa diandalkan untuk mendampinginya menangani pasien ini. Alih-alih menjelaskan dari awal, pikirannya menolak untuk melakukan hal tersebut. Dipikirnya, nanti biar Feli saja yang mempelajari lebih lanjut terlebih dahulu. Dia lebih senang dengan yang mau belajar dan tidak hanya sekedar bertanya karena tidak mengerti.

Ekspektasi dan harapannya pada Feli sangat tinggi. Meskipun dia belum membiarkan gadis dihadapannya ini untuk mempelajari dokumen-dokumen yang beberapanya sudah dia tandai. Ternyata, Feli memang sudah melakukan survei terlebih dahulu tentang kondisi pasien. Menarik, batinnya. Dia berharap Feli bukan hanya sekedar di awal tetapi bisa memberikan hasil yang memuaskannya.

"Robinㅡ9 tahun."

Jaehee melafalkan sebuah nama. Diyakini nama seorang anak laki-laki.

"Kemarin, pada saat di taman kota terjadi pengeboman. Aku tidak sengajaㅡmaksudku, kebetulan berada di daerah sana. Sehingga, beberapa saat setelah kejadian aku yang masih berada di sekitaran taman kota sempat memberikan pertolongan pertama pada anak laki-laki bernama Robin ini." Dia menjelaskan terlebih dahulu siapa sebenarnya Robin yang dimaksud. "Jantung robin sempat mengalami shock dan berhenti beberapa waktu. Tetapi, untunglah aku berhasil mengembalikan denyut jantungnya dan syukurlah dia sudah ditangani oleh ahlinya." Dia menghembuskan nafas lega, mengingat ada luka yang cukup dalam pada pinggang sebelah kiri Robin akibat tusukan pecahan lampu taman kemarin. Meskipun sudah berhasil dikeluarkan dengan rapih, Robin sempat mengalami pendarahan hebat. "Sekarang, dia masih berada di ICU dan dikontrol dengan ketat oleh perawat." Jaehee menjelaskan kondisi anak laki-laki itu hari ini. "Tetapi," Matanya menatap Feli dan berubah menjadi lebih serius. "Ada kemungkinan terburuk yang akan diderita oleh anak tersebut. Dia kemungkinan besar mengalami trauma dan masih belum sadarkan diri." Gadis ini menekankan pada kata trauma. "Mengapa aku bisa berkata demikian. Hal ini karena, setelah sehari aku perhatikanㅡRobin seharusnya sudah sadar karena jari-jari tangannya terlihat beberapa kali bergerak. Tetapi, belum ada kemauan dalam dirinya untuk kembali bangun dari tidurnya." Jaehee memberikan jeda sedikit sebelum kembali melanjutkan penjelasannya. "Maka dari itulah kami menamakannya rare traumaticㅡkarena belum adanya kemauan dari sistem-sistem saraf tubuhnya untuk kembali bekerja."
 
Manik mata hazelnya menatap Feli lekat disana seakan mempertanyakan apakah gadis dihadapannya ini mampu mencerna dengan jelas apa yang dia katakan. Melihat Feli menganggukan kepalanya seraya mendengarkan dengan seksama, kini tangannya terulur ke arah dokumen-dokumen di hadapan Feli dan dibukanya salah satu map berwarna biru muda kemudian diperlihatkannya kepada Feli sebuah halaman berisi diagram grafik serta beberapa sticky notes yang menempel di sisi bagian halaman tersebut yang mana terdapat tulisan tangannya beberapa saat yang lalu.

"Ini adalah diagram kondisi dari Robin kemarin, hingga pagi tadi. Disini menjelaskan seberapa besar persentasi sebenarnya kemungkinan Robin untuk sadar sepenuhnya. 89% hasil medis mengatakan bahwa anak itu seharusnya sudah sadar tadi pagi, dini hari. Tetapi, sampai pada waktu sekitanya dia masih terus tertidur."

Jaehee menunjuk pada beberapa diagram yang ditampilkan pada halaman tersebut. Lalu, membiarkan Feli memahami kondisi medis dari Robin dan menunggu tanggapannya, sebelum memberitahukan apa yang harus Feli lakukan selanjutnya.


<Felicie Baylissa Nell; Head Team of Pharmacist POV>

Ruangan dingin akibat angin buatan menusuk tulang Feli yang tengah fokus dalam rapat. Gadis ini menggigit bibirnya bawahnya sedikit dengan pelan ketika mendengar pernyataan dari Jaehee. Fokus, gadis ini mencerna info data yang dijelaskan langsung oleh dokter yang menangani pasien 'Rare Traumatic' tersebut.

Anehㅡapa yang membuat anak tersebut tak mau bangun? Ketidakingininan untuk bangun. Data pasien, mulai dari grafik kesehatan sampai dengan keismpulan dari simtoma yang dimiliki oleh sang pasien. Mata Feli menangkap manik mata Jaehee yang tengah menjelaskan segala bentuk simtoma tersebut dengan sangat detail. Feli mengangguk paham, pikirannya melayang. Tidak melayang dalam hal negatif dan tanda kutip. Melayang mencari celah dimana file tentang resep campuran obat-obat untuk pasien yang terganggu psikologisnya.

Harus menyiapkan obat-obat penenang. Feli memutar otak, mengembalikan rentetan daftar nama obat penenang yang dipelajarinya ketika kuliah dan saat praktek sebagai intern di salah satu apotek ternama di Melbourne.

Masih menatap Jaehee dengan fokus. Obat-obat anti depresan, psikostimulan, anti konvulsan, mood stabilizer, dan anti kolinergik. Masing-masing obat harus digunakan sesuai indikasi diagnosis yang ditegakan dan tidak menyebabkan tenang seperti yang dimaksudkan dalam pengertian obat penenang.

9 tahunㅡmasih sangat muda, tak mungkin diberikan campuran obat penenang dalam dosis tinggi yang tak lain berbeda jenis dengan yang telah disebutkan di atas. Gangguan otak dan jantung bisa dirasakan anak itu dalam waktu singkat jika penggunaan obat penenang dosis tinggi diberikan.
Lantas, untuk apa disiapkan obat penenang jika anak itu belum bangun? Jikalau diberikan obat penenang sekarang, maka bisa saja anak itu tak bangun selamanya. Tidak berbohong, mana mampu. Sebagai seorang ahli obat atau lebih kerennya disebut farmasi dan yang lebih dikenal dengan sebutan apoteker, sudah sepantasnya Feli membantu Jaehee dalam bidangnya sebagai ahli obat. Haruslah itu. Lalu, kini apa yang harus Feli lakukan selanjutnya. Gadis ini sudah mengetahui simtoma pasien yang memang sedikit langka akibat simtoma yang dilihat bercampur aduk. Gangguan jantung dan psikologis membuat pasien yang masih sangat muda ini memilih untuk tidak membuka matanya. Feli mengangguk pelan, memberikan reaksi bahwa ia sangat mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. 

"Baik, aku mengerti. Jadi bagaimana aku harus mendampingi dokter perihal menyembuhkan pasien muda berkasus langka ini?" Feli melempar pandangan ke arah gambar data grafik setelah bertanya hal itu kepada Jaehee.

<Song Jaehee; Dokter Anestesi dan Kardiovaskular POV>

Jaehee masih memperhatikan Feli disana yang dia yakini mata dan pikirannya mulai beroperasi memikirkan bagaimana cara mendampinginya menangani pasienㅡRobin, yang menderita kasus langka seperti ini.

Dikala Jaehee membiarkan Feli untuk menangkap dan mencerna setiap detail daripada dokumen dan dikombinasikan dengan apa yang telah dituturkan olehnya, gadis ini beranjak dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya ke arah sebuah meja kecil di sudut ruangan, yang dirancang sedemikian rupa agar sebuah ruangan sempit tidak terlihat begitu memakan tempat. Diletakkannya diatas meja tersebut beberapa cangkir dan alasnya, termos air panas serta sekotak Apple tea kesukaannya yang biasanya disuguhkan kepada semua yang datang berkunjung ke ruang kerjanya.

Bukan apa, hanya sekedar ingin menjamu secara sopan. Bukankah seharusnya begitu, tata cara sikap yang benar dan perilaku dalam menyambut salah satu, atau dua tamu?

Jaehee menglurkan tangannya, mengambil alas cangkir tersebut dan meletakkan cangkir kosong diatasnya. Sesekali matanya, melirik Feli yang konsentrasinya masih tidak terbuyarkan disana.
Bagus, batinnya. Gadis ini memiliki konsentrasi tinggi dan fokus dalam mengerjakan sesuatu.
Jaehee mengambil sebuah kantong teh Apel dan diletakkannya di dalam cangkir tersebut. Lalu, dituangkannya air panas dari termos secukupnya ke dalam cangkir yang akan disuguhkannya kepada Feli.

Setelah dirasa cukup. Dia mengambil sebuah sendok kecil sebagai pemanis yang bisa digunakkan juga untuk mengaduk teh agar warnanya menjadi merata secara menyeluruh.
Setelah dirasa selesai, dia mengangkat alas yang diatasya berisikan cangkir tadiㅡkembali ke sofa panjang dimana Feli dan dirinya duduk sebelumnya. Diletakkannya cangkir tersebut agak jauh dari dokumen-dokumen yang ada, agar tidak terjadi tumpahnya air atau semacamnya baik sengaja maupun tidak disengaja.

"Silahkan," Tutur Jaehee mempersilahkan Feli menyesap teh Apel yang disuguhkan untuknya itu.
Melihat Feli mendongakkan kepalanya, seraya menatap Jaehee dan tersenyum.

Gadis ini mendengar Feli mengucap terimakasih. "Ya, silahkan." Sambungnya.

Sekiranya untuk mencairkan suasana tegang yang mereka rasakan selama membicarakan mengenai pasien langka ini. Lagipula, meskipun dibutuhkan penanganan yang cepat, tentunya tidak boleh terlalu terburu-buru, bukan?

"...... Jadi, bagaimana aku harus mendampingi dokter perihal menyembuhkan pasien berkasus langka seperti ini?" Mendengar pertanyaan yang memang sudah ditunggu oleh Jaehee dari Feli, gadis ini menyeringai.

"Itu dia pertanyaan yang sudah aku tunggu." Dia berkomentar sebelum melanjutkan penjelasan selanjutnya, "Aku mengerti, kau pasti merasakan adanya keganjalan pada situasi dimana kemungkinan besar kau harus langsung memberikan obat penenang bagi pasien yang bahkan belum sadarkan diri seperti Robin." Jaehee kembali fokus. Dia mulai mengembalikan konsentrasinya. "Disini, aku berharap kau bisa memperkenalkan aku kepada sebuah obat yang diyakini bisa mengkomunikasikan dengan baik seluruh sistim saraf pada tubuh Robin. Sehingga, keseluruhan saraf pada tubuhnya diharapkan bisa kembali bekerja seperti semula lagi."

Diambilnya sebuah dokumen lain bertuliskan "Analisis Pribadi kasus Robin." dan diserahkannya kepada Feli.

"Aku masih melakukan riset terhadap anak ini dan akan dilakukan secara berkala tetapi berkelanjutanㅡdimana bukan hanya perubahan fisik dari Robin yang akan kita teliti. Tetapi, kondisi psikologis dan komunikasi dari sang anak pun harus kita tindaklanjuti."

Jaehee menarik nafas sebentar, memberi jeda lalu melanjutkan penjelasan panjangnya yang tak kunjung habis, "Sekitar 90% kemungkinan daripada penelitian hasil medis yang telah kulakukan, aku bisa mengakui bahwa Robin akan mengalami traumatik pasca kejadian yang telah menimpanya ini. Sehingga, kitaㅡaku dan kau terlebih, harus bisa mengkomunikasikan dengan baik cara satu-satunya untuk saat ini."

Kelihatannya, titik terang sudah mulai terdengar seiring penjelasan Jaehee yang semakin mengarah kesana. "Terapi komunikasi psikologis." Katanya memberitahu.

Sebuah kalimat yang mungkin asing di telinga Feli dan mungkin membuat keningnya berkerut bingung mempertanyakan bagaimana bisa Jaehee mengetahui soal terapi komunikasi psikologis dan semacamnya padahal dia bukan seorang psikiatris?

Tidak, kau tidak salah mempertanyakan dia. Namun, kau harus tahu kebenaran yang ada dibalik semuanya. Kuberitahu, diaㅡcapslockㅡbukanlah dokter biasa.

Banyak bidang dikuasainya. Kau tidak harus ambil pusing, dia professional di bidangnya. Dia bisa melakukan terapi komunikasi psikologi itu sendiri, tanpa bantuan seorang psikiatris.

"Terapi komunikasi psikologis ini akan aku lakukan ketika Robin sudah sadar. Tata caranya adalah, dengan merangsang penyampaian energi dari alat indera ke otak sehingga adanya pengelolaan informasi yang akan saling mempengaruhi setiap fungsi sarafnya pada tubuhnya dan dengan demikian bisa kita dapatkan respon dimana respon ini harus berupa tindakan, perilaku atau mungkin suatu bentuk komunikasi yang dilontarkan dari bibirnya sendiri." Jaehee menganggukan kepalanya sekilas, masih menatap Feli yang mencerna setiap detail perkataannya.

"Tentunya, terapi komunikasi tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa bantuan obat-obatan darimu. Tidak mungkin aku semerta-merta langsung menjakanya bicara. Kita perlu bekerjasama untuk lebih dulu merangsang sistim-sistim sarafnya. Dengan begitu aku bisa lebih mudah mengajaknya berkomunikasi secara mental dan perilaku yang ditimbulkan setelahnya. Sampai disini jelas?"
Jaehee lagi-lagi menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Entah sudah berapa lama dia berbicara tanpa ada titik akhirnya. Rasa-rasanya rongga giginya sudah meminta untuk di-olahragakan. Pertanyaan Jaehee sebelumnya dijawab dengan anggukan pasti dari Feli yang terlihat begitu yakin.

"Maka dari itu, disinilah tugasmuㅡmendampingiku sebagai ahli obat. Karena, aku sendiri akan turun tangan dalam kasus langka iniㅡmeskipun sebelumnya, aku memang dimintai tolong oleh Ibu Robin untuk menjadi dokter penanggung jawabnya dengan alasan sudah menaruh kepercayaan penuh padaku. Bahkan jika tidak dimintai pertolongan aku pun akan secara sukarela ikut terjun langsung dalam kasus langka ini. Disinilah, aku sangat memohon bantuanmu." Pintanya di akhir kalimat kepada Feli. "Bantu aku, dampingi aku dan biarkan kita saling bekerjasama sehingga bisa memberikan yang terbaik dan tidak mengecewakan pihak keluarga." Tuturnya panjang lebar dengan yakin dan penuh harap.

Perasaan iba dan penuh haru menyelimuti hatinya, kala menatap Robinㅡanak laki-laki yang seharusnya tidak terbaring lemah di ranjang rumah sakit dan bisa bermain bebas dengan teman-teman seumurnya malah mengalami hal seperti ini.
Diaㅡsungguh, ingin menolong. Bukan hanya mengobati, namun mendampingi sampai Robin kembali pulih.

<to be continued>

No comments:

Post a Comment

감사합니다