Tuesday, September 29, 2015

142 ㅡ ♕ [Final Chapter] Felicie & Jaehee: Jemari Robin Bergerak.

Location: Melbourne Hospital
Date: September 8th, 2015
Time: 08:30AM

<Felicie Baylissa Nell; Head Team of Pharmacist POV>

Kembali Feli menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan setiap detail kata yang terucap dari bibir to the point milik Jaehee.

Sangat menarik. Gadis ini tersenyum sedikit lega, mendengar bahwa dokter yang bertanggung jawab atas kasus ini menyetujui rencana yang dibuatnya secara dadakan. Tak butuh dan tak bisa membutuhkan waktu yang lama untuk membuat suatu rencana untuk menangani kasus kedokteran, berbeda dengan kasus-kasus dalam tanda kutip lainnya. Pasien bisa tidak tertolong jika dokter, perawat dan ahli farmasi tak bergerak cepat mencari solusi medis. Dua buah pertanyaan berinti sama diulang oleh Jaehee, pertanyaan yang lebih terdengar seperti pernyataan itu menusuk gendang telinga Feli dengan begitu kencang.

"Tentu saja!" Jawabnya cepat. "Ayo kita ke laboratorium!" Ajak Feli seraya berdiri. Namun sebelum itu, gadis ini membantu Jaehee membereskan sedikitnya beberapa berkas yang berserakan di atas meja. Belum mendengar jawaban dari Jaehee untuk pergi ke laboratorium, namun gadis ini sudah melangkahkan kakinya keluar ruangan. Yang pastinya diikuti oleh Jaehee di belakang. Wajah berminyak sehabis berfikir keras dan kritis tentang medis, badan yang cukup letih karena seharian duduk membuat Feli nampaknya sudah merasakan malam dalam dirinya.

Untung saja lift khusus dimiliki Melbourne Hospital yang diperuntukkan bagi para dokter di lantai-lantai yang memang adalah lantai khusus kantor para dokter. Thanks, Melbourne Hospital. Di saat genting tetap harus berterimakasih, Feli dan Jaehee tak menghabiskan waktu yang lama untuk akhirnya sampai di lantai 8 yang merupakan lantai khusus laboratorium steril milik Feli dan teman-teman dari Pharmacist Team of Melbourne Hospital.

"Tunggu di sini saja"

Lantai 8, di samping kiri persis di sebelah lift terdapat sebuah ruang berbentuk persegi panjang yang tak begitu besar namun cukup untuk hampir 10 orang untuk menunggu di sana. Ruangan yang dilapisi kaca sebagai dinding tembok membuat orang-orang yang menunggu di sana mampu memperhatikan para ahli farmasi yang sedang bekerja dalam laboratorium milik mereka. Putih identik sebagai warna rumah sakit, begitu juga bagi lantai 8 milik para farmasi ini. Feli mengisyaratkan pada Jaehee untuk duduk dan menunggu dalam ruang tunggu selagi ia masuk ke dalam laboratorium untuk membuat campuran obat untuk Robin. "Aku tak akan lama" Ujarnya seraya segera berlari kecil masuk ke dalam lab.

Pintu dibukanya dengan menempelkan kartu identitas pekerja di sebelah kanan pintu dekat gagang pintu yang akan terbuka secara otomatis jika kartu beridentitas benar di-scan. Tring. Pintu terbuka secara otomatis, ruangan yang ditemuinya pertama kali adalah sebuah ruang kecil tempat para farmasi mensterilkan diri dengan mencuci tangan dan mengenakan jas serta kacamata, juga penutup kepala dan masker. Jaehee mampu memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan Feli di dalam sana mengingat semua dinding laboratorium adalah kaca tembus pandang. Segera Feli menekan tombol di sebelah kanan pintu dengan dengkulnya, agak sedikit ke bawahㅡia masuk ke level lab selanjutnyaㅡkini Feli benar-benar masuk ke dalam laboratorium. Terlihat beberapa pekerja yang sedang mencampuri obat serta menumbuk obat yang bersifat padat mengangguk ke arah head team mereka; rasa hormat. Dibukanya freezer khusus untuk menjaga kesterilan beberapa zat yang sangat penting bagi tubuh. Sebuah pendingin yang diatur sesuai untuk kebutuhan penjagaan kesterilan zat yang akan digunakan Feli sebagai campuran obat bagi Robin. Diambilnya zat berwarna bening dengan sebuah penjepit yang mana tangan gadis ini pun dilapisi oleh sepasang sarung tangan plastik. Steril, itu sudah seharusnya. Setelah mengambil zat tersebut, Feli duduk di meja yang tak lain adalah miliknya dan mulai bereksperimen. Campuran asam amino essential yang diambilnya dari freezer tersebut dituangnya ke dalam sebuah spuit atau yang lebih mudah dikenal sebagai alat suntik. Dipastikannya jarum hipodermik yang akan disuntikkan ke dalam nadi Robin berfungsi dengan baik, disentilnya sedikit pelan ujung jarum. Kapasitas asam amino esensial; 1ml cukup untuk Robin. Mudah-mudahan cukup untuk membuat anak laki-laki itu mau bangun dari tidurnya. 'Sudah selesai' Ucapnya dalam hati. Feli pun berdiri dari duduknya, memasukkan alat suntik ke dalam sebuah kotak steril dengan balok es batu mengelilingi spuit berisi obat tersebut. Anggukkan kecil kembali diberikan pada pekerja yang mengangguk ke arah Feli yang berjalan ke luar ruangan dengan sedikit terburu-buru. Feli menekan tombol di sebelah kiri bawah pintu dengan dengkulnya, tangan membawa kotak dengan penuh perhatian dan hati-hati. Ia melepas jas dan segala peralatan yang dikenakannya untuk ke laboratorium dengan cepat.

Dalam hitungan detik, gadis ini sudah berada di depan Jaehee kembali dengan sudah membawa obat yang dapat disuntikkan ke dalam tubuh Robin sekarang juga, namun harus melihat kondisi Robin saat ini terlebih dahulu.

"Sudah miss, ini obatnya sudah ada di dalam kotak ini" Ujar Feli sembari mengangkat kotak yang sedikit berat karena berisikan balok es batu di dalamnya.

<Song Jaehee; Dokter Anestesi dan Kardiovaskular POV>

Suara nyaring nan indah yang dituturkan oleh gadis dihadapan Jaehee ini membuatnya begitu bersemangat. Feli setuju untuk membawanya atau lebih lazim dikatakan mempersilahkan dirinya untuk melihat dan menatap dari dekat pembuatan obat yang dimaksud oleh Feli untuk disuntikkan ke dalam tubuh lemah milik Robinㅡdengan harapan kesembuhan fungsi-fungsi saraf dari anak itu serta didukung oleh doa yang disampaikan orang-orang terdekatnya, termasuk Jaehee dan Feli sendiri.
Feli mempersilahkannya ikut melihat pembuatan obat di laboratorium lantai 8 rumah sakit ini. Dengan menaiki lift khusus pekerja rumah sakit itu, mereka tidak harus berdesakan dengan orang banyak dan bisa cepat sampai di lantai 8.

Jaehee terkesima, menemukan bahwa laboratorium yang dimiliki rumah sakit Melbourne ini sungguh luar biasa. Perbedaannya terasa, kala melihat hamparan kaca yang transparan dan keadaan yang benar-benar putih, bersih dan sungguh begitu terawat.

"Tunggu disini saja." Begitu, Feli memutuskan. Jaehee menganggukan kepalanya mengerti mendengar gadis itu menyuruhnya menunggu di luar. Yaㅡdia sadar bahwa laboratorium itu bukanlah tempat yang bisa dimasuki sembarang orang. Tentu saja, benar.

Jaehee berdiri di depan kaca transparan memperhatikan Feli yang sudah dibalut dengan jas khusus, sarung tangan serta masker yang dikenakannya.

Tangan Feli begitu lincah bereksperimen dengan zat-zat dan campuran tertentu dihadapannya itu. Diperhatikannya gerak dan gerik gadis ini dengan seksama.

Luar biasa, batinnya. Dia terlalu konsentrasi menonton Feli bereksperimen. Tanpa sadar senyum puas di wajahnya terlihat begitu jelas. Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada. Pikirannya mulai menerawangㅡbahwa dengan adanya obat ini, kesadaran Robin harus kembaliㅡseutuhnya. Bukan hanya sadar, catat itu. Tetapi, pulih dan pada akhirnya berupa tindakan yang mana berarti semogaㅡberharapㅡbahwa terapi psikologi komunikasi yang akan dilakukan Jaehee harus berhasil dengan baik.

Entah itu, psikologis dari sang anak yang mungkin terganggu akibat shock atau mungkin kelemanan fungsi otak dan saraf tubuhnyaㅡsemuanya masih terus diusahakan untuk secepatnya diteliti. Cepat, namun pasti jika berhubungan dengan kondisi medisㅡkedua kata itulah yang paling tepat untuk dikatakan.

Feli masih berada di dalam laboratorium ketika sebuah panggilan masuk pada ponsel Jaehee membuyarkan konsentrasinya.

Tanpa melihat siapaㅡnama yang tertera pada layar ponsel tersebut, Jaehee langsung mengangkatnya.
"Halo," katanya pada suara diseberang. "Ada apa?" Sambungnya setelah mendengar siapa yang berbicara disana.

Matanya masih pada pandangan awas, memperhatikan setiap gerak-gerik dari Feli.

"Aku tidak bisa sekarang," bantahnya. Sepertinya ada sesuatu yang mendesak. "Tidak, besok saja. Katakan pada Briana bahwa ada yang harus aku selesaikan terlebih dahulu." Jelasnya. "Ini sangat penting. Aku tidak bisa menunda."

Dia memberi penekanan pada kata menunda kemudian menghela nafas berat. "Masalah CSR lagi?" Kali ini nadanya meninggi. Kelihatan sekali dia sedikit kesal. "Akan kukirimkan proposalnya malam ini. Lagipula besok aku harus menghadiri acara penyambutan para intern." Jaehee berkomentar. Lebih seperti itu, bukan mengelak atau tidak mau. Jeda sebentar, kala suara diseberang mulai bercerita, rasanya.

CSRㅡyang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility, sebuah tanggung jawab sosial perusahaan yang dimana dibedakan dengan sumbangan atau kegiatan sukarela kepada masyarakat dan komunitas sekitar perusahaan. Disini hubungannya dengan Jaehee adalah dia baru saja bergabung dengan tim Public Relations rumah sakit Melbourne dimana dia ditugaskan untuk memikirkan sebuah strategi komunikasi guna meningkatkan reputasi atau citra rumah sakit diantara publik dan rumah sakit lainnya.

Sulitㅡmemang, karena dia harus memutar otak mencari celah dan kemungkinan lainnya.
"Nanti malam, ya. Sudah aku tutup dulu." Jaehee mengatakannya dengan cepat kala matanya menangkap sosok Feli sudah bersiap keluar dari ruang laboratorium. Dimasukkannya kembali ponsel ke dalam saku jas putihnya dan menunggu Feli disana.

"Sudah miss, ini obatnya." Seuntai kata dari bibir Feli membuat Jaehee kembali bersemangat. Dibukanya kotak steril itu dan ditemukannya spuit berisi cairan yang diyakini dengan nama "Neurotransmiter" yang akan membangunkan Robin dari tidurnya, dikelilingi oleh bongkahan es batu yang akan mempertahankan obat tersebut.

Jaehee melirik ke arah Feli dan menganggukan kepalanya sekilas.

"Ayo Feli, kita segera ke tempat Robin." Ajaknya seraya mengangkat pergelangan tangan kirinya yang dimana terdapat arloji menunjukkan waktu sekitar.

"Sekarang saat yang tepat untuk menyuntikkan obat tersebut bagi saraf-saraf tubuh Robin."
Sambungnya lalu mereka berjalan berdampingan menuju liftㅡmenekan tombol 3 yang adalah dimana ruangan ICU berada.

Tak lama mereka sudah sampai di depan ruang ICU.

Jaehee melihat adanya keluarga Robin yang masih menunggu, terutama Ibunyaㅡyang mana matanya masih terlihat sembab, diasumsikan masih menangisi putranya itu.

Sekiranya sebentar Jaehee bertegur sapa dan meyakinkan keluarga Robin bahwa putra mereka akan baik-baik saja, kemudian dia segera melangkahkan kaki memasuki ruangan ICU yang transparan dengan kaca dan bisa secara luas terlihat dari luar bagaimana keadaan di dalam.

Hal ini sebenarnya memang sudah seharusnya dilakukan oleh semua rumah sakit, agar rumah sakit bisa secara terbuka memperlihatkan keadaan, situasi dan kondisi di dalam ruang ICU dan meningkatkan kredibilitas rumah sakit tersebut.

Setelah mencuci tangan dan meyakinkan diri sendiri bahwa tubuh sudah steril, Jaehee dan Feli pun mengenakan jas biru muda yang disalukkannya ke tubuh serta sarung tangan.

Semuanya sudah siap. Sekarang mereka melangkah masuk ke dalam ruang steril dimana Robin terbaring disana.

Jaehee melangkahkan kakinya lebih dahulu lalu kemudian disusul oleh Feli yang mendampingi dirinya dengan tak lupa membawa kotak berisi cairan "Neurotransmiter" serta sebuah suntikan baru yang akan digunakan untuk menyuntikkan obat tersebut ke dalam tubuh Robin.

Jaehee menatap nanar keadaan Robin yang terbaring lemah diatas ranjang pasiennya. Dia mengulurkan tangannya dan menggenggam sekilas salah satu kepalan tangan Robin disana.
"Bergerak," bisiknya pada Feli yang disusul sebuah anggukan singkat dari gadis disebelahnya.
"Aku melihatnya." Lirih Feli kala dia mengerti apa yang dimaksud Jaehee dengan kata bergerak barusan.

Yaㅡjemari Robin bergerak, sedikit tetapi ada pergerakan. Namun, matanya masih tertutup dan sepertinya memang masih belum ingin sadar.

Jaehee menerima suntikan yang diberikan dari Feli, kemudian membuka tutup yang melindungi ketajaman jarum pada alat tersebut.

Dia menerima sebuah botol kecil yang disodorkan Feli padanya. Lalu, jarum tajam yang ada pada suntikan tersebut di tusukannya membuat sebuah lubang kecil pada tutup botol yang masih steril. Perlahan, dikendurkannya suntikan itu seraya memudahkan masuknya cairan.

Setelah dirasakannya cukupㅡJaehee pun mengalihkan suntikan itu kepada lengan Robin. Sebelumnya, dia mengusapkan alkohol terlebih dahulu dan mencari pembuluh vena pada lengan anak laki-laki itu.

Disuntikkannya cairan "Neurotransmiter" dengan harapan dan doa bahwa Robin bisa secepatnya kembali sadar.

<The End>


Olà! Akhirnya short story atau yang bisa disebut fanfiction ini berakhir juga hehehe perjuangan panjang nulis ini di tengah-tengah tugas yang melanda setiap harinya. Thanks to my sister yang udah sama-sama barengan nulis ini, love you! Kalau ada pengetikan dan istilah-istilah yang salah di dalam cerita ini, mohon dimaklumi ya because i'm not a medical student but dreaming to be one honestly lol 

"Kalau sudah besar mau jadi apa?"
"Dokter!" That's me, so pardon. 

Anyway, makasih buat yang udah luangin waktu buat baca! I appreciate it so much. Thankyou so much and i'll see you guys soon, adios! 

No comments:

Post a Comment

감사합니다