Friday, July 20, 2018

256 ㅡ ♕ Dia membuat jantungku berdebar, dan aku yakin, aku telah jatuh hati.

TIMMY LI ☓ DOCTOR LI
Ever has it been that love knows not its own depth until the hour of separation
Written by Vanny | 1,486 words


How does it feel to like someone?
When he appears, everything else fades into the background,
and he’s in the middle of everyone, 
glowing.


  1. Hardworking. Tiada hari tanpa bekerja bagi seorang Dokter Tim. Menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit? Itu sudah biasa. Bukan hal yang mustahil juga bila dokter muda ini bahkan tidak pulang ke rumah, dan menganggap bahwa rumah sakit keluarga yang akan ia pimpin itu adalah kediamannya.
  2. Warmhearted. Sering berjumpa dan bertegur sapa dengan anak-anak membuat Tim selalu senang menghumbar senyum. Ia mudah menunjukkan simpati atau empati terhadap suatu hal, dan juga senang memberikan afeksi kepada orang lain dalam bentuk apa pun. Tidak hanya anak-anak saja yang menyukai Timmy, tetapi para lansia pun sangat senang, jika lelaki itu sudah mengajak mereka bicara dan menunjukkan kekhawatirannya akan kesehatan mereka.
  3. Tolerant. Tim adalah sosok laki-laki yang sangat menghargai pendapat orang lain. Ia bukan seseorang yang akan langsung menghardik dan mengatakan segala kesalahan orang lain tanpa mendengar pendapat orang tersebut. Sederhananya, ia pecinta damai sehingga ia lebih senang menyelesaikan suatu permasalahan dengan musyawarah.
  4. Sweet. Ramah, mudah bergaul, dan senang tersenyum membuat Tim sering disebut ‘Sweet Talker’ karena kebiasaannya yang suka memerhatikan orang lain dan menunjukkan afeksi kepada orang lain dengan sangat mudah.
  5. Patient. Sabar. Seluruh persona yang mengambil kedokteran sebagai spesialisasi mereka, tentu harus memiliki satu sifat ini, yaitu kesabaran. Karena pekerjaan, Tim dapat dengan bangga mengatakan bahwa dirinya termasuk ke dalam golongan laki-laki yang sabar. Kesabarannya selalu teruji sebab dirinya dipertemukan dengan banyak anak-anak yang memiliki sifat yang berbeda-beda setiap harinya, dan itu adalah sebuah hal yang baik. Bukankah begitu?
  6. Protective. Ia akan menjaga segala hal yang ia miliki. Bukan hanya perihal pekerjaan saja, melainkan juga orang-orang yang berharga dalam hidupnya. Jika sudah menyangkut mereka yang terkasih baginya, ia akan menghalalkan segala cara untuk melindungi mereka. Merhargai kehidupan, pertemanan, dan persaudaraan merupakan satu hal yang selalu melekat dalam diri seorang Timmy Li.


Beijing, 2003.

Hari ini aku bertemu dengan seorang perempuan saat bermain di taman perumahan. Namanya Huang Li Xia. Rambutnya pendek sebahu, wajahnya oval, hidungnya mancung, dan kedua matanya hilang saat ia tertawa. Ia pandai bernyanyi, menari, dan senang bermain pasir. Katanya, ia bercita-cita ingin tinggal di daerah pesisir pantai, membangun istana pasir yang besar, dan bertemu dengan putri duyung. Untuk yang terakhir, aku tidak percaya. Mana ada yang namanya putri duyung? Tetapi, aku percaya bahwa Li Xia dapat mewujudkan cita-cita dan keinginannya kelak. Suatu saat nanti, di saat yang tidak terduga, semua pasti dapat menjadi kenyataan. Tuhan akan selalu menuntun umatnya menuju jalan terbaik dalam hidup, sehingga aku percaya suatu hari nanti, aku bisa bahagia bersamanya—melihatnya tersenyum, menghabiskan waktu dengannya, dan menemaninya mewujudkan impiannya.

Aku mengecup kening perempuan bertubuh mungil yang baru pertama kali kutemui. Ia tersenyum, dan aku pun ikut tersenyum. Kemudian, aku menggenggam kedua tangan lembutnya dan kutanyakan sesuatu kepadanya: “Besok aku akan mememanimu membangun istana pasir. Maukah kau datang ke tempat ini lagi dan bermain denganku?” 

Huang Li Xia mengangguk, dan saat itu, kau tak akan pernah tahu seberapa lebar senyumanku ketika melihatnya begitu bahagia.

Usai mengatakan itu, hari sudah sore, dan ayah bisa marah, jika aku masih bermain di taman sampai larut, sehingga sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan berganti pakaian. Aku pergi ke kamar ibu sesudah mandi dan tubuhku sudah harum. Aku mengatakan kepada ibu bahwa aku sudah memiliki seseorang yang akan kuajak hidup bersama. Mustahil memang bagi anak seusiaku yang baru 12 tahun untuk menentukan kehidupanku yang masih sangat jauh, tetapi aku serius.

“Ibu, perempuan ini membuat jantungku berdebar, dan aku yakin, aku telah jatuh hati.”


Beijing, 2008.

Aku dan Huang Li Xia sudah berteman dekat sejak lima tahun yang lalu. Ternyata, Li Xia adalah anak rekan kerja ayah yang baru pindah dari Wuhan ke perumahan yang sama denganku. Sejak pertama kali kami bertemu, kami sudah dekat, dan karena rumah kami yang bersebelahan, kami pun sering bermain bersama. Ayah juga tidak masalah, jika aku menghabiskan sore hariku bermain di Kediaman Huang. Aku sudah tidak pernah bermain di taman lagi sejak mengetahui rumah perempuan yang menarik perhatianku sejak pertama kali bertemu itu tepat berada di sebelah rumahku. Kami sering bermain bersama selepas pulang sekolah. Bahkan, terkadang Li Xia pun bermalam di rumahku, jika hari sudah terlalu larut untuk pulang karena kami terlalu asik bersenda gurau. Ibuku sangat menyukai Li Xia karena aku anak tunggal di keluarga Li.

Tahun ini aku berusia 17 tahun, dan sebentar lagi aku akan lulus sekolah menengah atas. Li Xia yang lebih muda dua tahun dariku berusia 15 tahun. Suatu hari, kami bermain rumah-rumahan. Aku berperan sebagai kepala rumah tangga yang bekerja sebagai dokter dengan membawa stetoskop mainan, dan Li Xia menunjukkan keahliannya bermain dengan pisau di dapur sederhana yang khusus didesain oleh ayah Li Xia di kamarnya. Saat itu, aku yang sudah jatuh hati sejak pertama kali bertemu dengan Li Xia mengatakan satu hal yang jauh dari ekspektasi siapa pun.

“Li Xia, bersediakah kau selamanya bersama denganku?”

Awalnya, Li Xia tidak menjawab. Perempuan itu menatapku dengan seribu tanya, tetapi kemudian, ia tersenyum. Oh, Tuhan. Senyumannya begitu indah sampai-sampai aku kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan kecantikannya. Manis. Aku selalu terkesima. Aku tentu ikut tersenyum karena hatiku begitu bahagia. Jika memang aku pantas bahagia, biarkanlah aku bersama dengan perempuan di hadapanku ini... selamanya. Itulah doaku, saat itu. Tetapi, jawaban yang kuterima dari mempelai wanita impianku itu membuat tanda tanya besar timbul dalam kepalaku.

“Tidak ada yang tahu apa arti sesungguhnya dari kata; selamanya.”

Meski begitu, aku tetap bahagia karena aku kembali berhasil membuatnya tersenyum. Mungkin aku masih terlalu lugu untuk mencoba mencari jawaban atas tanda tanya besar dalam kepalaku. Mungkin juga aku enggan mengetahui arti kalimatnya kepadaku. Setidaknya, untuk saat itu, aku tahu aku begitu bahagia sampai tak ingin aku berhenti menatapnya tersenyum.


Beijing, 2009.

Seseorang pernah berkata kepadaku: “Tidak ada yang namanya cinta sejati.” Aku tidak menyakini hal yang sama dengan seseorang itu, tetapi kehidupan memaksaku untuk mengubur impian yang selalu ingin kuwujudkan.

Aku baru menyadari arti yang tersirat dalam kalimat Huang Li Xia yang ia berikan kepadaku sebagai jawaban. Ia tidak ingin aku bersedih sepanjang hidupku, tetapi mana mungkin? Aku sudah menghabiskan masa kecilku bersama dengannya, seseorang yang mengisi relung hatiku. Aku sudah memutuskan untuk hidup dengannya sejak aku bahkan masih belum bisa mengurus hidupku sendiri. Aku tidak percaya secepat itu malaikat kecilku meninggalkan dunia menuju tempat yang lebih baik di atas sana. Lalu, bagaimana aku bisa menjalankan kehidupanku? Apalagi ketika aku mengetahui alasan dirinya pergi begitu cepat. Seharusnya ia bisa diselamatkan. Seharusnya Li Xia masih bisa berdiri di sampingku, menemaniku memandang indahnya matahari terbenam.

“Ayah, kau sudah meruntuhkan hidupku dengan membiarkan Li Xia pergi begitu saja!”

Ayahku, Li Jun Ren, yang membunuh Huang Li Xia. Jika saat itu ayah tidak sedang rapat bersama dengan para pemegang saham, nyawa Li Xia pasti dapat diselamatkan, dan aku tidak perlu menyalahkan diriku sendiri atas hal itu. Entah apa yang membuat kedua orang tua Li Xia membiarkan anak sulung mereka itu terkapar di atas brankar Instalasi Gawat Darurat, tanpa meminta pertolongan seakan sudah mengetahui akhir dari kisah hidup sang anak. Aku tidak tahu apa pun. Aku hanya tahu kabar duka yang begitu meruntuhkan duniaku. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk menjadi seorang dokter yang tidak akan meninggalkan rumah sakit. Aku memutuskan untuk menjadi seorang dokter yang berbeda dari mereka. Aku memutuskan untuk tidak akan membiarkan satu orang pun meninggalkan dunia dengan berusaha keras mengobati mereka semua dengan baik, terutama anak-anak. 

“Aku tidak percaya Li Xia telah tiada, mana mampu aku bermimpi lagi barang sejenak sejak kepergiannya.”


Akatsuki City, 2018.

Tahun ini aku berusia 27 tahun. Semua tahap pendidikan sudah kuselesaikan, dan bahkan masa-masa diriku menjadi koas sudah kulewati. Sejak tahun 2016, aku sudah pindah ke kota kecil di pinggiran Tokyo yang bernama Akatsuki. Di sini, aku menjadi dokter anak yang sangat disayangi oleh seluruh pasienku. Aku suka anak-anak, dan setiap kali aku melihat anak perempuan yang kira-kira berusia 10 tahun, entah mengapa seketika hatiku terasa perih, dan rasanya ingin menitikkan air mata, tetapi aku menahannya. Jangan sampai aku menangis di depan anak-anak yang nasibnya lebih malang jauh dariku. Aku bahagia akan hidupku sekarang. Meskipun aku masih belum bisa melupakan sosok malaikat tercantik yang pernah mengisi hidupku dan pernah kucintai lebih dari segalanya; yang sudah pergi dari hidupku, aku berusaha untuk hidup sebaik mungkin. Aku ditugaskan oleh ayahku untuk mengurus rumah sakit cabang di Akatsuki yang bernama Happy Smile Hospital. Ya, rumah sakit ini nantinya akan menjadi milikku, tetapi nanti, bukan sekarang. Tidak ‘kah lebih baik menikmati hidup sebagai dokter anak biasa dahulu sebelum fokus kehidupan menjadi terpencar akibat terlalu sibuk mengurus rumah sakit secara umum daripada pasien? Iya. Oleh karena itu, aku akan memenuhi janjiku untuk menjadi seorang dokter anak yang dapat diandalkan. Seorang dokter yang selalu berada di rumah sakit. Seorang dokter yang hebat.

“Suatu hari nanti, aku pasti akan bahagia.”

No comments:

Post a Comment

감사합니다