"Youngyi...hari ini kau harus menahannya." Seorang perempuan terlihat sedang menceramahi dirinya dalam diam. "Tahan.
Jangan melihat ke arahnya. Jangan ajak ia bicara. Jangan lakukan
apapun. Jangan duduk dekat-dekat dengannya. Aku mohon..." Perempuan
bernama Youngyi itu terus berusaha menghipnotis dirinya sendiri dalam
kesunyian kelas yang masih sangat sedikit penghuninya. "Kau harus yakin pada dirimu. Pakai otakmu, jangan hatimu. Sesekali kau harus belajar menerima. Kenali dirimu dan jangan memaksa."
"Youngyi-ah!"
Youngyi menoleh dan melihat ke arah suara yang memanggil namanya. "Ya,
Nari?" Jawab Youngyi pelan, membuyarkan lamunan di pagi hari. "Aku punya
kabar untukmu. Mau dengar?" Perempuan bernama Nari itu duduk di hadapan
Youngyi sambil tersenyum manis. Ya, sangat cantik. "Apa itu? Tentang
apa?" Perasaan campur aduk menghujani hati kecil Youngyi, penuh kegundahan...haruskah ia mendengarnya? atau tidak..?
"Tentang seseorang yang sangat berarti bagimu tentunya." Mata Youngyi
mulai terbuka lebar. "Baiklah, apa informasi itu?" Tanya Youngyi penuh
keyakinan, kali ini ia siap menghadapinya.
"Ia mulai banyak bercerita tentangmu padaku, well...tak
banyak juga sih. Namun ada beberapa hal yang harus kusampaikan padamu."
Youngyi mulai memperhatikan setiap gerakan bibir Nari dengan seksama. "Aku
mengatakan padanya untuk tak menggantungkan hubungan kalian, karena aku
tak mau hal seperti itu terjadi dan merusak pertemanan kita. Lalu ia
menjawab bahwa ia bukan ingin menggantungkan hubungan kalian, melainkan
ia hanya menghormatimu seperti halnya seseorang yang menghormati seorang
lainnya dalam etika berkirim pesan. He just show some respect to you, to your messages."
Youngyi terdiam mematung mendengar hal itu dan sebisa mungkin ia tak
ingin terlihat lemah. Ia menarik bibirnya untuk menunjukkan seulas
senyuman manis. Dengan segala kekuatan yang tersisa dalam dirinya, ia berusaha menahan tangis putus asa. "Ya...aku tau." Setelah mendengar jawaban itu, Nari berlalu dari hadapan Youngyi karena bel telah berbunyi dan kelas akan segera dimulai.
He replies you, not because he likes you.
He replies you, just because of some respect.
He replies you, just because he respect someone who sends him messages everyday.
He replies you, just because he respect you.
He just respect you, nothing more and nothing less.
"Aku
memang tak pernah mengharapkanmu membalas semua yang telah kuberikan
padamu. Hati yang memilihmu. Waktu yang kuhabiskan untuk memikirkanmu.
Mimpiku yang tak lain untuk terbang bersamamu. Tidak, aku tak
mengharapkan apapun darimu. Aku gundah. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku menyalahkan diriku. Mengapa
aku harus selalu kecewa? Tak ada yang menyuruhku untuk kecewa. Mengapa
aku harus sakit ketika tak ada yang menyuruhku untuk sakit? Mengapa aku
harus menyayangi ketika aku tak mampu untuk menyayangi? Aku bingung. Aku
iri pada mereka yang mampu mencintai dan dicintai. Bahagia pastinya.
Mengapa aku tak mampu dicintai? Mengapa mereka tak mampu menemukan
sedikit kebahagiaan dalam diriku? Mengapa mereka tak bahagia ketika
bersamaku? Aku hanya mampu menyalahkan diriku. Aku bahkan tak
sanggup, tak berani menyalahkan keadaan bahkan tak mampu menyalahkan
dirimu yang lebih bahagia di luar sana. Namun, semakin lama aku
mengenalmu...aku semakin menginginkanmu dan aku tak sanggup tak
menjadikanmu sebagai harapanku. Ya, selama ini aku berbohong. Aku
berbohong pada diriku sendiri bahwa aku tak menginginkamu. Aku terus
berbohong dan berbohong pada diriku sendiri. Dengan harapan selama
berjalannya waktu, hatiku menjadi terlatih untuk menyayangimu seorang
diri. Kau telah menemukan kebahagiaanmu sendiri dan itu bukanlah diriku. Aku bahagia melihatmu tertawa, meskipun hati ingin bahagia bersamamu. Aku hanya akan memandangmu dari kejauhan. so close, yet so far. Ahn Youngyi, kau memang perempuan bodoh." Ahn Youngyi terdiam.
Ia tersenyum tipis memandang lurus buku yang ada di hadapannya dengan tatapan kosong. "Aku akan meyakinkan diriku sendiri mulai saat ini bahwa aku tak akan lagi mencoba berharap. Aku belum benar-benar berharap. Aku hanya ingin mencobanya. Namun, semua itu tak akan kulakukan lagi." Youngyi bergumam halus.
"Bahagiaku untukmu...."
Kita tak dapat benar-benar mencintai seseorang yang tidak dapat tertawa bersama kita.
Cinta adalah situasi yang membuat kebahagiaan orang lain jadi penting bagi kebahagiaanmu.